JAKARTA || Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar serta Dosen Tetap Universitas Borobudur dan Universitas Pertahanan (UNHAN) Bambang Soesatyo menekankan pentingnya penataan kekuasaan kehakiman dalam sistem peradilan di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum, terkadang putusan yang diambil oleh satu hakim dengan hakim lainnya bisa berbeda, padahal objek yang diadilinya sama. Hakim dan sistem peradilan harus memiliki kode etik dengan aturan yang jelas dan bisa ditegakkan, sehingga baik hakim maupun rakyat bisa tahu kapan ada perilaku yang melanggar batas.
“Hakim dan peradilan harusnya memiliki standar etika tertinggi, bukan justru memiliki standar etika terendah. Terlebih seiring proses pematangan kehidupan demokrasi, penegakan hukum yang berkeadilan tidak hanya diperlakukan sebagai sebuah prosedur yang harus ditaati. Melainkan juga harus memenuhi tujuan hukum itu sendiri, yaitu memberikan rasa keadilan, nilai kemanfaatan, dan kepastian hukum. Sehingga hukum yang seharusnya mengayomi dan memberikan rasa aman, tidak justru berpotensi melukai rasa keadilan masyarakat,” ujar Bamsoet dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI sekaligus Simposium Hukum Nasional, di Binus University, Jakarta, Selasa (14/11/23).
Turut hadir antara lain, Ketua Dewan Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Jaringan Nofel Nusantara Nofel Saleh Hilabi, dan Kepala Jurusan Business Law Binus University Ahmad Sofian. Para pembicara lainnya antara lain, Fahri Bachmid, Marjan Miharja, Muhammad Reza Syarifuddin Zaki, dan Abd. R.Rorano S. Abubakar.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, setelah sekitar 104 tahun menggunakan KUHP warisan produk Belanda yang dimulai pada tahun 1918, melintasi 7 periode kepemimpinan Presiden Indonesia dan 14 periode DPR RI, akhirnya Indonesia bisa memiliki UU KUHP yang dihasilkan sendiri oleh anak bangsa. Kehadirannya turut memperkuat sistem hukum nasional.
“Saat saya memimpin DPR RI di periode 2018-2019, pembahasan RUU KUHP sudah hampir selesai. Namun karena waktu periode DPR RI sudah hampir berakhir, akhirnya pembahasan tersebut di take over dan dilanjutkan oleh DPR RI periode 2019-2024. Dalam setiap pembahasan RUU KUHP, pemerintah dan DPR RI senantiasa mengedepankan prinsip transparan, teliti, dan partisipatif. Sehingga sudah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan publik,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, penguatan sistem hukum nasional harus menjadi pilar pembangunan, sebagaimana diamanatkan dalam visi Indonesia 2045 menuju Indonesia yang berdaulat, maju, adil dan makmur. Mimpi yang ingin diwujudkan adalah terwujudnya aparat penegak hukum yang berintegritas, serta penyelenggara negara dan warga negara yang taat hukum.
“Secara filosofis, penegakan hukum yang berkeadilan juga harus merujuk pada konsep keadilan sebagaimana diamanatkan sila ke-dua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang menempatkan keadilan sebagai bagian dari martabat kemanusiaan. Serta sila ke-lima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menempatkan keadilan sebagai hak yang dapat diakses oleh seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi,” pungkas Bamsoet. (Red)
Beranda
Hukum
Sosialisasi 4 Pilar di BINUS, Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Penguatan Sistem Hukum Nasional
Sosialisasi 4 Pilar di BINUS, Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Penguatan Sistem Hukum Nasional
Rekomendasi untuk kamu
JAKARTA – Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Satgas SIRI) berhasil mengamankan buronan yang masuk ke dalam…
PEKANBARU – Sekelompok massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Gempar Riau melakukan demo di Kejaksaan…
INHU – Kajati Riau melalui Tim Penerangan Hukum (Penkum) Bidang Intelijen pada Kejaksaan Tinggi Riau…